Opini

RUU Cipta Kerja Sudah Resmi, Reformasi Hanya Janji Basi


Tercatat, pada tanggal 05 Oktober 2020 sebagai tanda dari dimulainya kehancuran di negeri ini. Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) resmi ditetapkan menjadi undang-undang.

Bersiaplah rakyat, pekerja dan para buruh untuk menghadapi pahitnya kehidupan dalam rangkulan Omnibus Law dan penghianatan pemerintah yang katanya adalah wakil rakyat dan selalu mementingkan kepentingan rakyat. Cuih.

RUU yang pernah penolakan dan selalu di kawal dengan demo dan aksi dari berbagai golongan, dengan mudahnya bisa lolos sebagai aturan resmi di negeri ini. Ntah, kepentingan atau urgensi yang dibawa oleh pemerintah sampai-sampai harus mempercepat 3 hari sidang paripurna dari jadwal awal yang seharusnya dilakukan pada tanggal 08 Oktober nantinya. Perlawanan dari masyarakat yang dilakukan terang-terangan dalam upaya menolak aturan biadab ini sama sekali tidak dihiraukan oleh sang pemegang kuasa.

Jumlah memang tidak memengaruhi pengambilan keputusan sepertinya. Bagaimana tidak, hanya 50% dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang menghadiri rapat paripurna tersebut. Selain itu, mengutip dari Tirto.id rapat ini oleh perwakilan pemerintah Presiden Jokowi secara langsung yakni, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartato, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauiziyah, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dalam rapat tersebut juga diwarnai dengan walk out nya Partai Demokrat serta penolakan dari Partai PKS mengenai pengesahan RUU Cipta Kerja.

Dalam prosesnya, pemerintah jelas terlihat terburu-buru untuk sesegera mungkin mengesahkannya menjadi undang-undang. Dari dipadatkannya jadwal rapat, pelaksanakan rapat yang sampai dilakukan diluar gedung DPR, serta yang tidak kalah dramatisnya perubahan mendadak jadwal rapat yang dilakukan berulang kali.

Oh ya, jangan lupakan juga peran Polri yang sangat bekerja keras dan selalu berada di sisi pemerintah dalam upaya pembungkaman atau pembubaran aksi atau demo penolakan RUU tersebut. Melansir dari Tirto.id, Kapolri secara resmi menyebarkan surat telegram yang beberapa poin isinya adalah pengerahan intelijen serta deteksi dini terhadap elemen masyarakat yang berencana demonstrasi, membangun opini publik yang tak setuju dengan unjuk rasa, kontra narasi isu-isu yang mendiskreditkan pemerintah, dan lain-lain.

Masih belum cukup juga? Perekrutan artis atau public figure dalam menarasikan bahwa RUU Cipta Kerja adalah solusi bagi kita semua juga dilakukan. Sungguh bertekad sekali pemerintah ini. Benar-benar menunjukkan makna dari kutipan “teamwork make the dream work”. (tepuk tangan).

Lalu sebenarnya, mengapa RUU tersebut ditolak mati-matian oleh umat di Indonesia.

Alasan pertama tentu saja karena hanya menguntungkan pemilik modal atau pengusaha dan menyengsarakan buruh atau pekerja. Mulai dari upah yang berdasarkan atas persatuan waktu yang bisa berpotensi menghilangkan upah minimum, penghilangan sanksi pidana bagi perusahaan yang membayar upah dibawah minimum, kewajiban Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk memahami budaya Indonesia hilang (ini apa pemerintah lupa pepatah yang bunyinya “dimana bumi di pijak disitu langit di junjung” yak), dan dampak lainnya yang bisa kamu baca di tautan berikut:

Alasan lain yang berdampak negatif yakni penghilangan syarat “izin lingkungan”. Bahkan dengan adanya persyarakat tersebut saja alam di Indonesia sudah rusak habis-habisan. Dengan begitu, eksploitasi alam besar-besaran dengan mengatasnamakan pembangunan atau perekonomian bukanlah hal yang asing untuk kedepannya.

Peraturan aneh tersebut tentu saja sangat tidak tepat untuk disetujui, karena tidak memperhatikan keseimbangan alam dan lingkungan serta, tidak berdasarkan atas pembangunan berkelanjutan.

Penolakan dari pengesahan undang-undang tersebut harus gencar dilakukan secara bersama-sama. Mungkin memang belum berdampak kepada kita sekarang para mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan namun, rasanya egois sekali rasanya kalau kita tidak turut bersama menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan oleh sesama rakyat Indonesia sekarang. Dan sebenarnya, kita mahasiswa pun adalah calon pekerja atau buruh yang akan masuk langsung dalam lingkungan pekerjaan yang sama juga.

Sedih sekali rasanya jika sampai masa depan bangsa ini dirusak oleh pemerintah oligarki yang bahkan melihat dari umurnya saja seharusnya sudah mengambil masa pensiun, namun masih dengan leluasa berkuasa dengan mengatasnamakan tiap tindakannya atas nama rakyat.

Dalam situasi sekarang tidak heran rasanya jika mengatakan bahwa, demokrasi sudah mati, hati nurani sudah terkunci, reformasi hanya tinggal janji. Pemerintah ingatlah, tanggung jawab keputusan tersebut kalian bawa sampai mati.

Penulis : Fury Aura Bahri

Editor: Desi Rahma Sari

Facebook Comments

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!