ArtikelCitizen journalism

Indonesia Potensial Olah Limbah Sawit

Pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia mengakibatkan peningkatan jumlah kebutuhan sarana transportasi masyarakat, sehingga berdampak pada peningkatan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM). Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tahun 2006, jumlah pemakaian energi minyak bumi di Indonesia medominasi sekitar 52,5%.

Padahal, menurut Statistical World Review yang dirilis oleh British Petrolium pada Juni 2012, cadangan minyak di dalam perut bumi hanya sekitar 4 miliar barel pada tahun 2011, dengan jumlah produksi Indonesia sekitar 942 ribu barel per hari. Jika terus digunakan tanpa penemuan teknologi baru untuk meningkatkan recovery minyak bumi, maka diperkirakan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu 12 tahun mendatang, terhitung dari tahun 2011. Hal ini tentunya membuat kebutuhan energi menjadi salah satu permasalahan yang serius.

Salah satu contoh BBM yang sering digunakan di Indonesia adalah jenis solar. Kecenderungan meningkatnya penggunaan solar dikarenakan kemudahan dalam memperolehnya di seluruh depot Indonesia. Sehingga membuat cadangan minyak di Indonesia semakin terbatas dan menjadikan Indonesia sebagai pengimpor minyak solar setiap tahunnya. Namun, permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam penyediaan minyak solar dalam negeri ini tidak hanya sebatas itu, tingginya harga minyak mentah dunia yang diikuti oleh kenaikan harga BBM membuat beban negara semakin berat. Disisi lain, penggunaan bahan bakar jenis fosil ini menyebabkan Indonesia menerima efek dari gas rumah kaca, sehingga menyebabkan atmosfer bumi semakin panas, serta menambah jumlah polutan dan partikulat di udara.

Kepedulian terhadap permasalahan di atas mendorong keluarnya kebijakan pengurangan konsumsi bahan bakar fosil dan peningkatan penggunaan energi terbarukan yang tertuang pada Peraturan Presiden No.5/2006 tentang kebijakan energi nasional yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri sekaligus untuk menghadapi pengaruh permasalahan krisis energi dunia.

Setelah itu, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan berbentuk Intruksi Presiden No.01/2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Menurut hasil riset dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Indonesia berpotensi untuk memanfaatkan kondisi geografis dan sumber bahan baku nabati dari sektor pertanian. Salah satu hasil dari pertanian Indonesia adalah kelapa sawit, salah satu tanaman yang berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia, karena merupakan industri strategis penyumbang devisa bagi negara dari sektor non migas. Perkembangan industri sawit indonesia terus meningkat mencapai angka 25.7 juta ton (BPDP, 2016). Kondisi ini menunjukan bahwa masa depan industri kelapa sawit Indonesia berpotensi untuk terus berkembang. Namun di sisi lain, meningkatnya jumlah produksi dan proyeksi pasar industri sawit yang cerah membuat volume limbahnya turut meningkat.

Salah satu jenis limbah yang dihasilkan dari produksi pabrik kelapa sawit ini adalah berupa limbah cair yang mempunyai kapasitas total jumlah limbah industri sebesar 50%, dan pemanfaatannya belum banyak dilakukan oleh pabrik kelapa sawit (PKS) sehingga terbuang dan ditakutkan berpotensi mencemari lingkungan. Limbah ini mengandung bahan pencemar sangat tinggi, seperti tingkat BOD yang tinggi, sekitar 20.000-60.000mg/l (Wenten, 2004) yang dapat menyebabkan bahan ini mudah busuk, dan dapat menyebabkan degradasi kualitas air dan pencemaran badan air. Namun, sifat-sifat limbah cair hasil pengolahan kelapa sawit ini ternyata sangat berpotensi besar untuk diolah menjadi biodiesel dengan bahan baku limbah cair kelapa sawit. Pemanfaatan limbah kelapa sawit ini merupakan salah satu inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas produk dari kelapa sawit yang berdampak terhadap keberlanjutan industri kelapa sawit.

Biodiesel merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat pembakaran serupa dengan minyak solar, sehingga dapat digunakan langsung pada mesin berbahan bakar minyak solar tanpa memodifikasi mesin (Columbia University Press, 2004). Bahan bakar ini dianggap sebagai solusi dari permasalahan lingkungan dan krisis energi karena jumlah bahan baku pembuatannya yang melimpah dan menghasilkan produk ramah lingkungan yang lebih baik dibandingkan solar. Biodiesel yang berasal dari sawit ini memiliki sifat bebas sulfur, pembakaran sempurna, dapat terurai sehingga tidak menimbukan racun. Produk biodiesel ini sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia, karena melirik kemajuan pesat Indonesia dalam sektor pertanian sawit sehingga dapat dilakukan secara lebih optimal.

Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya dalam memanfaatkan limbah yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit dan mengurangi beban pencemaran lingkungan. Selain itu, aktvitas pengolahan limbah sawit secara terpadu ini dapat dilakukan dengan efektif dan efisien sesuai kebutuhan, sehingga diharapkan dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, serta mendukung kebijakan pemerintah dalam mencari energi alternatif pengganti bahan bakar fosil untuk mendukung program Sustainable Development Goals tentang energi terbarukan dan pengurangan perubahan iklim di Indonesia. Kebijakan pemerintah ini dinilai perlu untuk mendukung perkembangan awal berdirinya pengolahan terpadu, agar banyak pihak yang tertarik untuk mengembangkannya, sehingga dampak buruk yang ditimbulkan dapat seminimal mungkin.

Penulis: Dian Puspasari (FKM, 2017)

Editor: Dinar Wahyuni

Facebook Comments

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!