Opini

Turunnya Indeks Demokrasi di Negara Demokrasi

Baru-baru ini, perilisan laporan indeks demokrasi 2020 oleh The Economist Intelligence Unit (EIU) nampaknya mulai menjadi sorotan publik. Dalam hasil laporan tersebut menempatkan Indonesia berada di peringkat 64 dengan skor 6,3 di bawah posisi Malaysia, Timor Leste dan Filipina. Indonesia yang disebut negara demokrasi harus menelan pahit kenyataan. Merosotnya indeks demokrasi Indonesia ini agaknya menyentil pemerintahan Joko Widodo.

Dikutip dari tempo.com dalam laporan EIU, Indonesia tercatat mendapatkan skor 7,92 untuk proses pemilu dan pluralisme; 7,50 untuk fungsi dan kinerja pemerintah; 6,11 untuk partisipasi politik; 4,38 untuk budaya politik; dan skor 5,59 untuk kebebasan sipil. Sejarah mencatat bahwa ini pencapaian terendah dalam 14 tahun terakhir.

Turunnya indeks demokrasi ini diindikasikan oleh represi terhadap kebebasan sipil. Hal ini dapat dilihat dari kejadian-kejadian unjuk rasa sebelumnya. Banyak dari mereka baik itu dari kalangan masyarakat, aktivis, maupun mahasiswa yang mendapatkan perlakuan intimidasi bahkan kekerasan dan penangkapan pada saat menyampaikan aspirasi. Belum lagi penyerangan yang dilakukan pemerintah terhadap kritikus melalui dunia digital.

Minimnya ruang demokrasi saat ini, memperluas ruang dalam korupsi. Mengutip dari salah satu pendapat politikus Gerindra yang mengatakan bahwa makin lemahnya demokrasi biasanya akan berbanding lurus dengan makin tingginya angka korupsi. Rasanya ada benarnya karena melihat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2020 yang disusun oleh riset Transparency International (TI), selama setahun pandemi Indonesia dianggap mengalami kemunduran besar dalam gerakan antikorupsi.

Hal ini dibuktikan sepanjang pandemi banyaknya kasus-kasus korupsi yang bertebaran, seperti kasus Jiwasraya, Asabri, BPJS Ketenagakerjaan hingga korupsi dana bansos. Mirisnya lagi, semua kasus korupsi tersebut masih berkaitan dengan sistem jaminan sosial dan kesehatan. Padahal ditengah pandemi ini, bantuan sosial dan kesehatan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Namun bak menemukan harta karun, seolah-olah pandemi ini peluang besar dalam meraup keuntungan bagi oknum pemerintahan.

Lantas, harus kemana lagi suara masyarakat berlabuh? Mengingat partai oposisi yang seharusnya mengontrol pemerintahan pun sudah menjadi bagian dari sekutu. Terkadang lucu, agaknya cuman di Indonesia partai oposisi merelakan diri direkrut sekutu.

Mengingat negara kita adalah negara demokrasi, maka kemunduran demokrasi saat ini semestinya disikapi oleh pemerintah dengan bijak. Tidak peduli persentase turunnya kecil atau besar, melainkan perhatikan dampak yang akan ditimbulkan.

Penulis : Nova Novita

Editor: Febby Anggraini

Facebook Comments

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!