Opini

Reformasi Atau Revolusi

Indonesia adalah negara yang telah melaksanakan reformasi selama hampir 20 tahun lamanya. Pertanyaannya, apakah reformasi hari ini telah berlajan dengan baik? Inilah yang diperjuangkan oleh kawan-kawan BEM se-Sumsel lewat aksi menuju 20 tahun reformasi.

Suatu ketika saya mengendarai sepeda motor saya dari Palembang menuju Indralaya lalu berpapasan dengan rombongan aksi, melihat beberapa bus yang dipersenjatai dengan toa serta spanduk-spanduk bertulisan reformasi. Secara jujur bulu tangan saya langsung merinding karna mengingat peristiwa tahun 1998, dimana saat itu mahasiswa yang mencapai ribuan orang dari berbagai daerah melakukan aksi massa dengan tuntutan yang sama.

Dahulu gerakan mahasiswa tahun 1998 berhasil merobohkan rezim kediktatoran dan membuka keran reformasi. Kini, Setelah reformasi berjalan selama 20 tahun, mahasiswa di era sekarang patut mempertanyakan kembali hal diatas yang telah saya sampaikan.

Mengutip slogan dari Federasi Mahasiswa Libertarian Salatiga, “Jadilah realistik, tuntutlah yang tidak mungkin.” Menelisik tuntutan kawan-kawan aksi saat ini salah satunya menolak beras impor, sepatutnya kita tau apa yang melandasi tuntutan tersebut, agar aksi yang kita lakukan bukan sekedar ikut-ikutan.

Tuntutan tersebut muncul oleh berbagai faktor, salah satunya adalah konflik agraria di berbagai daerah di Indonesia, saya ambil contoh yaitu kasus yang terjadi di Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta. Di sebuah desa bernama Palihan, Lahan pertanian yang mencakup 637 hektar rencananya akan dijadikan sebuah bandara bernama New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA).

Namun tidak mudah bagi pihak pengembang proyek terkait untuk melancarkan proses pembangunan, karna penolakan lewat aksi solidaritas yang terjadi dimana-dimana dari mulai dalam negeri hingga luar negeri.

Adapun penyebab lain ialah alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit yang luasnya kini mencapai 11 juta hektar atau hampir sama dengan luas pulau jawa.

kisah nyata itu pun di tuangkan dalam bentuk film dokumenter produksi Watchdoc Documentary berjudul Asimetris, dan dalam waktu dekat juga kawan-kawan dari Obrolan Akar Rumput (Gerakan Diskusi Fisip) akan mengadakan screening film dan diskusi.

Sebetulnya masih banyak lagi penyebab lainnya, tetapi ada permasalahan yang cukup fatal dan patut menjadi sorotan. Hasil riset Pusat Penelitian Kependudukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan bahwa petani Indonesia terancam punah.

Saat ini rata-rata petani nasional mayoritas berumur 45 tahun ke atas. Bahkan, rata-rata usia petani di tiga desa pertanian padi di jawa tengah mencapai 52 tahun ditambah lagi kaum muda yang bersedia melanjutkan usaha tani keluarga disana hanya sekitar 3 persen. Ini artinya ke depan tidak ada lagi generasi baru petani.

Dari awal saya belum menyinggung soal revolusi, maka dari itu akhir kalimat akan saya sampaikan. Revolusi seperti apa yang saya maksud bukanlah kekerasan seperti dengan perlawanan bersenjata, melainkan perubahan ketatanegaraan pemerintah atau keadaan sosial melalui perjuangan kelas dengan merujuk pada hidup sehari-hari melawan penindasan dan ketidakadilan.

Hal yang dibutuhkan untuk memenangkan revolusi adalah dengan mempersiapkan milisi rakyat pekerja yang akan terus mendorong kesadaran dan perjuangan kelas dengan pemogokan umum sebagai satu-satunya kekuatan fundamental rakyat pekerja dan menjungkir-balikan kapitalisme.

Penulis : Fauzan Alkap
Editor : Piky Herdiansyah

Facebook Comments

Related Articles

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!