KolomOpini

TWK KPK: Sebuah Kualifikasi Pejabat KPK

Belakang ini, Indonesia diramaikan oleh pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilakukan kepada para anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meresmikan mereka sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Dilansir dari IDN Times,  ada 75 dari 1.274 peserta yang merupakan anggota KPK gagal mencapai ambang batas nilai TWK dan 51 diantaranya mendapat ‘rapor merah’ hingga berujung pada pemberhentian anggota. Sementara itu, 24 anggota lainnya dinyatakan memeunuhi syarat setelah dilakukan penilaian TWK kembali.

Adanya pelaksanaan TWK ini tentunya meghadirkan pro dan kontra dari berbagai kalangan, bahkan para pemerhati politikpun turut menyampaikan opininya terkait pelaksanaan tes tersebut.

Lalu, apa sebenarnya latar belakang yang mendasari timbulnya tes ini?

Sebelum membahas lebih lanjut, mari ketahui lebih dulu apa itu tes wawasan kebangsaaan. Dikutip dari laman resmi Badan Kepegawaian Negara (BKN), tes wawasan kebangsaan atau disingkat TWK adalah tes materi yang bertujuan untuk menguji seberapa baik wawasan dan pengetahuan calon ASN tentang Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, nasionalisme, Bahasa Indonesia, dan wawasan pilar negara. Sekilas memang tidak terlihat ada perbedaan antara tes yang diberlakukan untuk pegawai KPK dengan CPNS. Namun, tes yang diperuntukkan kepada anggota KPK ini adalah tes yang dapat mengukur tingkat keyakinan dan keterlibatan mereka dalam proses berbangsa dan bernegara. 

Selain itu, tes wawasan kebangsaan bagi pegawai KPK diperuntukan terhadap mereka yang sudah menduduki jabatan senior seperti Deputi, Direktur/Kepala Biro, Kepala Bagian, Penyidik Utama, dan lain-lain.

Lantas, apa yang menjadi permasalahannya? Meskipun tes ini telah mendapatkan hasilnya, banyak pihak yang meragukan tes ini. Terlebih diketahui bahwa beberapa diantara mereka merupakan para anggota KPK yang sedang menangani kasus korupsi skala besar, salah satunya Novel Baswedan—penyidik senior KPK yang tengah menangani kasus korupsi di Kementrian Kelautan dan Perikanan. Hal ini dinilai mengganjal terlebih bahwa nama-nama anggota KPK yang dinyatakan tidak lolos tes tersebut tidak dipublikasikan dengan alasan perlindungan diri anggota yang bersangkutan. Disisi lain, Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo, sebelumnya telah melayangkan perintah untuk tidak serta merta memberhentikan para angggota KPK senior yang tidak lolos TWK tersebut hanya berdasarkan pada penilaian yang telah dilakukan. Akan tetapi, pemberhentian tetap dilakukan sehingga semakin memicu kontra yang berdatangan hingga menimbulkan berbagai spekulasi akan hadirnya tes wawasan kebangsaan ini.

Lalu, bagaimana penulis memandang permasalahan ini? Melihat dari sudut pandang yang berbeda, diberlakukannya TWK kepada anggota KPK memiliki sisi positif dan negatif. Adanya tes ini merupakan langkah yang baik untuk dapat mengetahui bagaimana implementasi wawasan berkebangsaan yang dimiliki oleh para anggota KPK yang akan ditetapkan sebagai ASN. Sistem pengujian dan penilaian pun berbeda dengan yang biasa dilakukan dalam CPNS, di mana dalam kasus ini target uji adalah para senior kelembagaan, sedangkan CPNS merupakan ujian bagi para pemula. Seorang abdi negara haruslah memiliki wawasan berkebangsaan yang tidak hanya tertanam dalam memori, tetapi juga dapat dilihat lewat aksi.

Meskipun demikian, kejadian ini tak luput dari pandangan negatif yang dapat ditemukan dalam beberapa hal, terutama dalam proses kualifikasinya. Pernyataan Presiden Jokowi yang diabaikan tentunya menjadi tanda tanya bagi sebagian besar kalangan. Jabatan tertinggi dalam kelembagaan negara justru tidak didengar perintahnya. Selain itu, hasil yang kurang transparan mulai dari nama-nama yang tidak lolos TWK ini mengundang asumsi apakah dilaksanakannya kualifikasi ini berupa konspirasi untuk melumpuhkan KPK, mengingat nama-nama yang berada pada ‘rapor merah’ setelah dilakukannya pengujian kembali kepada 75 peserta yang tidak lolos ambang batas itu merupakan penyidik yang menangani kasus korupsi skala besar.

Tidak hanya berhenti di situ saja, dilansir dari beritasatu.com, Aliansi Gerak Perempuan dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) menyatakan bahwa pada proses pengujian ditemukan beberapa pertanyaan yang cenderung tidak relevan dengan wawasan kebangsaan dan justru mengarah pada seksisme, diskriminatif dan pelecehan. 

Sebagai masyarakat sekaligus warga negara Indonesia, sudah sepatutnya semua kalangan mengawal kejadian ini. Perlu dilakukannya pengkajian dan evaluasi lebih lanjut terkait pelaksanaan dan bagaimana kualifikasi anggota KPK dalam pengangkatannya sebagai ASN. Karena bagaimana pun juga, KPK memiliki andil yang cukup besar dalam memberantas kekejaman korupsi yang berlangsung di tanah air. Jangan sampai putusan ini berdampak pada hilangnya para aset kebanggaan dan berujung pada kehancuran suatu bangsa.

penulis: IGA

Editor : (ftw)

Facebook Comments

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!