ArtikelOpini

Kebijakan Kampus Merdeka, Lanjutan Episode Program Merdeka Belajar

Beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim meluncurkan kebijakan ‘Merdeka Belajar’. Dalam peluncurannya, pendiri startup GoJek itu mengumumkan adanya penghapusan ujian nasional. Sontak hal tersebut mendapatkan respon yang berbeda-beda dari berbagai elemen masyarakat.

Kini dengan episode keduanya, Nadiem kembali memberikan terobosan baru dalam dunia pendidikan tinggi. Terobosan tersebut diberi nama yakni ‘Kampus Merdeka’ yang dimana perguruan tinggi sudah semestinya berinovasi dengan lincah di era sekarang ini.

Dalam praktiknya, ada empat program yang telah dipersiapkan oleh pria 34 tahun itu. Diantaranya sebagai berikut :

1. Kemudahan membuka program studi (prodi) baru

Guna menjawab kebutuhan industri yang kian hari terus berkembang, maka setiap perguruan tinggi baik negeri maupun swasta akan diberikan kemudahan membuka prodi baru. Selain daripada belum adanya kemudahan dalam hal tersebut, alasan lain yang mendasari program ini hendak dijalankan lantaran tidak adanya kesesuaian antara dunia kerja dengan kurikulum yang bersifat teoritis. Ditambah juga dengan belum mampunya dari banyak prodi untuk bersaing di kancah internasioanl.

Namun, kemudahan dalam membuka prodi hanya dapat dilakukan oleh kampus negeri dan swasta yang terakreditasi A dan B saja. Dengan syarat bekerjasama dengan pihak ketiga seperti pelaku industri kelas dunia, organisasi nirlaba kelas dunia, BUMN dan BUMD, atau top 100 World University berdasarkan QS ranking.

2. Perubahan Sistem Akreditasi Kampus

Akreditasi perguruan tinggi dan prodi akan diperbarui secara otomatis untuk seluruh peringkat dan secara sukarela. Akreditasi ini nantinya akan tetap berlaku Selama lima tahun seperti yang berlaku selama ini sesuai dengan ketetapan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.

Perubahan sistem ini akan dipergunakan sebagai jawaban atas tantangan program akreditasi yakni terbebaninya segala proses dan persyaratan, masih terdapatnya antrean perguruan tinggi atau prodi yang belum terakreditasi, dan keharusan registrasi pada tingkat nasional bagi perguruan tinggi atau prodi yang ingin naik level internasional.

Disamping itu, akan diberlakukannya juga reakreditasi terhadap perguruan tinggi atau prodi yang mengalami penurunan kualitas. Reakreditasi hanya akan terjadi apabila dalam pengawasan ditemukannya aduan dari masyarakat, turunnya jumlah mahasiswa yang masuk, atau meningkatnya angka penggangguran dari lulusan.

3. Kemudahan Status Kampus Menjadi Badan Hukum

Saat ini perguruan tinggi di Indonesia yang berstatus perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN-BH) hanya adan 11 universitas saja. Kesebelas universitas tersebut yaitu Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Sumatera Utara, Universitas Airlangga, Universitas Padjadjaran, Universitas Diponegoro, Universitas hasanudin, dan Institut Tenologi Sepuluh November. Sementara sisanya masih berstatus perguruan tinggi negeri badan layanan umum (PTN-BLU) dan satuan kerja (PTN-Satker).

Universitas yang telah resmi berstatus badan hukum akan mendapatkan kuasa oronomi untuk mengatur alokasi anggarannya serta kerjasama dengan banyak industri. Agar ke depannya tercipta kampus-kampus negeri yang dapat bersaing pada pentas dunia. Kembali lagi bahwasanya perubahan status tidak memaksa dan pemerintah akan turut membantu dan mempermudah setiap perguruan tinggi yang ingin berstatus badan hukum.

4. Mahasiswa Bisa Kuliah Lintas Prodi Selama 3 Semester

Dewasa ini profesi menuntut kompetensi yang berasal dari kombinasi beberapa disiplin ilmu. Sehingga dirasa perlu setiap kampus untuk menambah pengalaman dan menyiapkan mahasiswa dalam menghadapi dunia nyata pasca kuliah.

Dalam kebijakan yang terakhir ini, kesempatan sebesar-besarnya diberikan bagi mahasiswa untuk belajar di luar prodi selama satu semester di PTN yang sama. Sementara itu, dua semester sisanya digunakan untuk belajar di luar kampus. Akan tetapi, hal ini tidaklah berlaku di rumpun ilmu kesehatan.

Penulis : Juniancandra Adi Praha
Editor : Desi Rahma S

Facebook Comments

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!