Opini

Menyoal Branding Tanjung Enim Sebagai Kota Wisata

Menggagas Tanjung Enim sebagai Kota Wisata tentu patut kita apresiasi bersama sebagai salah satu langkah mempersiapkan keberlanjutan pengembangan wilayah yang sangat identik dengan penambangan batu bara-nya. Hingga saat ini gagasan hasil kolaborasi PTBA, Pemerintah Daerah Muara Enim, dan Masyarakat sejak 4 tahun lalu telah menghasilkan beberapa land mark yang dipersiapkan sebagai pondasi awal branding Tanjung Enim sebagai Kota Wisata, diantaranya pembangunan Museum Tambang Batu Bara, WaterparkZoo andJogging Track, dan beberapa lainnya. Selain itu, saat ini Rancangan Peraturan Daerah Tanjung Enim Kota wisata juga sedang digodok pemerintah sebagai rumusan dan dasar hukum kebijakan daerah dalam mendukung gagasan kota wisata.

Namun gagasan tersebut perlu dikaji dengan lebih cermat dalam memperhatikan konsep-konsep dasar pembentukan Kota Wisata. Kebijakan Pariwisata adalah produk kompleks di mana faktor ekonomi dan kebijakan politik, sebagian besar akan dipengaruhi oleh bentang alam geografis dan keinginan manusia untuk berkreasi ke suatu tempat. Hal tersebut menjadi acuan karena tentu gagasan kota wisata yang dimaksud, diharapkan mampu mendatangkan pelancong dari luar wilayah Tanjung Enim. Dengan demikian tujuan kota wisata sebagai persiapan ekonomi alternatif pasca ketergantungan dengan kegiatan pertambangan akan dirasakan dampaknya bagi sumber pendapatan daerah, menciptakan ketersediaan lapangan kerja baru, serta menjadi sumber pendapatan tambahanmasyarakat di sekitar objek wisata.

Bercermin dari komparasi beberapa wilayah eks tambang yang di re-branding dan saat ini menjadi kota tujuan wisata seperti eks Tambang Timah di Bangka-Belitung, atau Kota Sawahlunto yang mempunyai kemiripan dengan Tanjung Enim, kedua destinasi tersebut secara alamiah memang memiliki daya tarik berupa bentang alam yang memesona. Bangka-Belitung menjadi provinsi kepulauan dengan pantai-pantai eksotisnya yang mampu memikat siapapun untuk berkunjung. Sawahlunto yang notabene juga merupakan eks wilayah pertambangan batu bara, terletak di dataran tinggi yang mempunyai hawa relatif sejuk dengan bentang alam berupa lembah dan perbukitan, ditambah land scape deretan bangunan kota tua yang hingga saat ini masih terawat dengan baik.

Sementara itu, Tanjung Enim sejatinya merupakan wilayah penyangga aktivitas pertambangan yang hampir seluruhnya berupa hunian tempat tinggal. Poros utama pusat perekonomian terletak pada jalan lintas baturaja-muara enim, yang berada di tepian sungai enim dan dikepung lahan explorasi tambang batu bara. Sebagai gambaran, hiruk pikuk lalu lintas jalan utama sepanjang hari akan disibukkan dengan berbagai kendaraan operasional pertambangan, kendaraan angkutan penumpang lintas provinsi, serta kendaraan besar angkutan logistik.

Upaya pengembangan Tanjung Enim sebagai Kota Wisata saat ini digantungkan dengan pembangunan land mark kota yang hanya bersifat monumental semata seperti pembangunan ruang terbuka, monumen selamat datang dan taman-taman. Di samping merintis daya tarik utama berupa museum batu bara dan alih fungsi eks galian tambang yang telah menjadi danau buatan sebagai objek wisata. Selain itu, belum kuatnya Identitas kebudayaan lokal, yang dapat berupa pagelaran seni, produksi hasil kerajinan, serta kuliner khas, tidak dapat dijadikan alternatif yang mampu menarik minat wisatawan, hal tersebut disebabkan karena mayoritas penduduk yang berdomisili di Tanjung Enim adalah pendatang dan pekerja.

Lebih lanjut, gagasan untuk menjadikan Tanjung Enim dengan branding Kota Wisata seolah berlawanan dengan rencana mega proyek infrastruktur yang saat ini sedang dalam proses pembangunan, di antaranya pembangunan PLTU Mulut Tambang Sumsel-8 (2×620 MW) yang akan menjadi PLTU MT terbesar di Indonesia akhir tahun 2021 atau Proyek Prestisius lainnya berupa pembangunan Pabrik Gasifikasi Batu Bara sebagai langkah pemerintah untuk mengurangi besarnya ketergantungan impor terhadap LPG. Kekayaan mineral berupa batu bara yang terbentang hampir di seluruh wilayah Tanjung Enim secara alamiah telah membawa wilayah ini berjalan dengan sendirinya menjadi wilayah industri dan hunian pekerja, paling tidak sampai 30 tahun ke depan sesuai dengan perhitungan coal reserve untuk operasional minimum PLTU MT dalam Power Purchase Agreement

Beranjak atas berbagai fakta tersebut, gagasan Kota Wisata di wilayah Tanjung Enim harus memiliki tujuan berkelanjutan disertai dengan evaluasi berkala, agar pembangunan yang direalisasikan dapat berdaya guna dan memiliki dampak bagi ekonomi masyarakat sekitar, apabila hal tersebut memang dimaksudkan sebagai persiapan jangka panjang untuk ekonomi alternatif pasca tambang. Jika tidak, maka stakeholder terkait tentu dapat mengupayakan gagasan lain yang pada akhirnya secara nyata mampu memberikan manfaat bagi masyarakat untuk mempersiapkan diri mewujudkan ekonomi alternatif pasca tambang.

Memilih mewujudkan gagasan Kota Wisata, merupakan integrasi kompleks yang menghubungkan konsep-konsep berupa daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas wisata, aksesibilitas, yang kemudian disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Lantas sudah sejauh mana Tanjung Enim dapat melalui jalan tersebut?

Penulis : Andi Kurniawan, S.H., M.H.

Editor: Fatmawati

Facebook Comments

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!