Editorial

Invasi Politik Praktis di Ranah Kampus di Tahun Politik

“Manusia merupakan binatang politik”

Begitulah ungkapan Aristoteles (384-322 SM), sebagai orang yang pertama memperkenalkan kata politik yang hingga sekarang tetap ekisis. Munculnya istilah tersebut berawal dari penjelasannya tentang kehidupan sosial manusia yang tidak akan lepas dari politik, karena pada dasarnya hubungan antara dua orang atau lebih pasti memiliki hubungan politik.

Hal tersebut tidak dapat terelakkan karena sifat dasar manusia. Kerap untuk mencapai tujuan maka seseorang akan melakukan tindakan yang bersifat politik. Tindakan tersebut dapat berupa suatu ajakan bahkan paksaan. Tindakan-tindakan yang sebenarnya bisa saja brutal, layaknya insting hewani yang tidak dapat dihentikan.

Politik bukan hal yang perlu ditakuti, justru tujuan awal politik sangatalah mulia. yakni menciptakan tatanan yang dapat mengatur dan memberikan keteraturan dalam suatu negara. Hanya saja istilah politik menjadi sangat menakutkan ketika munculnya berbagai pemimpin yang tidak lagi peduli dengan tujuan politik sebenarnya.

Tindakan buruk tersebut kerap berulang bahkan di konstruksi dalam dunia perpolitikan. Konstruksi buruk yang tercipta memunculkan persespsi bahkan streotif negatif terhadap dunia politik.

Dewasa ini, politik kerap kali menjadi panggung dagelan yang  dipertontonkan. Pelakunya memiliki pendidikan bahkan berwawasan luas. Realita yang tengah terjadi dalam kehidupan saat ini, dimana politik tidak lagi menjadi alat perjuangan untuk rakyat, melainkan sebagai alat untuk mencapai tujuan dan menjadi sarana memperkaya diri.

Setidaknya sejak tahun 2004 hingga 2017 terdapat 392 kepala daerah terjerat hukum, 313 kasus di antaranya adalah korupsi karena suap. Memang tidak seluruh aktor politik yang menjadi wakil rakyat di pemerintahan mementingkan dirinya.

Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2018 mendatang, pemilihan kali ini akan menjadi arena politik paling sengit. Tahun politik yang akan memunculkan sosok-sosok dibanggakan bahkan menjadi kebanggan.

Cara-cara digunakan dalam mencari simpatisan dan dukungan akan bervariasi. Bahkan bukan tidak mungkin akan ada banyak pengaderan. Munculnya pengaderan ini bukan hanya dijanjikan sebagai tim kemenangan, memperoleh profit dalam bentuk materi. Banyak hal yang akan dijanjikan kepada individu yang mau menjadi tim kemenenangan.

Mahasiswa sebagai kelompok secara nalar dan logika pasti lebih baik dari pada siswa. Harusnya dapat mencerna setiap tindakan dan makna. Mahasiswa kerap mejadi simbol perlawanan, bahkan sangat menakutkan ketika menjadi massa. Bahkan mampu melakukan pergerakan yang akan menjadi awal bagi perubahan. Diharapkan mahasiswa dapat melihat secara objektif siapa yang layak menjadi pemimpin mejelang tahun politik 2018.

Tahun politik 2018 menjadi ajang sangat penting dalam perpolitikan. Pada masa ini partai politik (Parpol) dengan sangat senang hati berbagi berbagai hal, bahkan mengajak mahasiswa menjadi bagian tim kemenangan. Banyak cara digunakan untuk merekrut mahasiswa menjadi kader muda parpol.

Seperti halnya pengaderan terhadap pemuda dan mahasiswa, Parpol membuat sebutan tersendiri untuk pemuda dan mahasiswa kadernya. Seperti halnya Partai Amanat Nasional (PAN) dengan sebutan “Barisan Muda Penegak Amanat Nasional,” Partai Keadilan Sejahtera dengan sebutan “Garuda Keadilan,” Partai Demokrat dengan sebutan “Barisan Muda Demokrat (BMD)” Partai Nasional Demokrat dengan sebutan “Garda Pemuda NasDem”.

Perlunya kesadaran untuk tidak turut terlibat dalam perang politik menjelang pemilihan kepala daerah. Namun jika mahasiswa turut menjadi kader muda parpol, maka mahasiswa tersebut tidak akan menyadari bahwa mereka menjadi alat yang digunakan dalam perang politik.

Mahasiswa seharusnya tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis, karena pada hakikatnya politik praktis bukanlah kewajiban seorang mahasiswa. Politik praktis sendiri diartikan sebagai tindakan atau kegiatan politik yang berusaha untuk merebut bahkan mencari kekuasaan dengan cara tertentu.

Mengenal dan memahami politik boleh saja dilakukan, namun jika sudah masuk dalam ranah politik praktis haruslah dihindari. Jika tetap terlibat dalam perang politik praktis, implikasinya adalah mahasiswa yang menjadi kader muda Parpol akan melakukan tindakan menginvasi wilayah kampus secara laten. Tindakan menginvasi wilayah kampus secara diam-diam dan tersembunyi dengan tujuan melakukan pengaderan untuk mencari kader bahkan tim kemenangan Parpol.

Invasi laten yang terjadi di ruang lingkup kampus, cepat atau lambat akan menjadi suatu masalah baru. Dimana kader muda Parpol akan mengajak, merayu bahkan sedikit memaksa mahasiswa lain untuk mendukung golongan tertentu. Mengajak mahasiswa lain untuk memilih bahkan membeli suaranya, mengajak mahasiswa lain untuk turut terlibat menjadi bagian kemenangan.

Tindakan yang dilakukan bukan tanpa dasar, melainkan karena tuntutan dan perjanjian yang harus dijalankan selaku kader partai politik. Lebih berbahaya lagi apabila mahasiswa tersebut memiliki kapasitas sebagai pimpinan suatu organisasi kampus.

Peran dan fungsi mahasiswa selaku akademisi yang vital seperti sebagai pengawal kebijakan dibuat pemerintah. Mahasiswa akan bertindak dengan cekatan ketika adanya ketidak berpihakan aturan yang dibuat untuk rakyat. Bahkan mahasiswa akan menuntut pemerintahan. Lantas bagaimana jika mahasiswa turut terlibat dalam perang politik praktis, mereka tidak akan mengawal karena mereka menjadi bagian dari Parpol. Realitanya yang cukup mengkhawatirkan dalam dunia kampus.

Realita kehidupan mahasiswa saat ini. Ada begitu banyak mahasiswa mulai tertarik masuk dan terjun dalam dunia politik praktis, terlebih yang ditawarkan berbagai Parpol. Pimpinan Parpol seringkali berpikir sangat cerdik, mereka memanfaatkan mahasiswa sebagai penopang sekaligus ranting-ranting bagi Parpol untuk berkembang. Dimana mereka dengan mudah masuk dalam kampus tanpa takut ditindak bahkan dipermasalahkan.

Pengaderan hanya akan mereka lakukan kepada mahasiswa-mahasiswa yang dianggap mampu menjadi militant. Mahasiswa calon militant di doktrin-doktrin sehingga kemudian terstimulasi dalam pikirannya untuk patuh terhadap tujuan Parpol. Belum lagi sikap dari anggota Parpol yang memang sangat loyal terhadap mahasiswa.

Mahasiswa tidak malu lagi menunjukan bahwa mereka sebagai kader-kader Parpol yang telah dibina. Bahkan mereka menyadari konsekuensi ketika masuknya mereka dalam ranah tersebut. Mereka menyadari segala tindakan yang akan mereka lakukan  akan sarat akan  kepentingan. Sehingga mereka tidak lagi peduli segala bentuk larangan terhadap politik untuk masuk kampus

Karena kenyataannya politik praktis yang bersifat laten yang dibawa di wilayah pendidikan tidak akan dapat melihat dengan jelas. Mahasiswa telah menutupnya dengan jubah organisasi yang dimasukinya. Mereka dengan sangat apik memainkan peran masing-masing tanpa takut ada kesalahan dan terindikasi sebagai larangan.

Itulah mengapa Aristoteles mengatakan “Manusia merupakan binatang politik”

Penulis : Lim Suandi
Editor : Nurma Afrinda Prandansari

Facebook Comments

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!