Opini

Fenomena BTS Meal dan Korelasinya terhadap Kepercayaan Publik pada Pemerintah

Kali ini saya akan membahas fenomena yang beberapa waktu terakhir sedang ramai-ramainya menjadi perbincangan publik , yaitu munculnya BTS Meal. Saya akan mengkaji dan mengkorelasikannya dengan fenomena yang juga terjadi beberapa tahun belakang ini, yaitu aksi massa yang menolak dan tidak menyepakati beberapa kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah.

Disclaimer:

Saya pribadi bukan penggemar musik K-Pop, terkhusus dengan boyband “Bangtan Boys” atau bisa disebut dengan “BTS” tersebut. Namun, sepertinya topik ini menarik untuk dikaji terutama dari segi Sosio-Politik masyarakat Indonesia.

Beberapa hari yang lalu, fenomena sosial yang melibatkan banyak orang telah terjadi, yaitu hadirnya salah satu menu terbaru dari Franchise Mcdonald’s (MCD) yang bekerjasama dengan BTS. Fenomena ini berhasil membuat saya pribadi takjub. Mengapa? Karena banyak massa yang mendukung hal ini, terutama penggemar dari boyband BTS itu sendiri.

Di samping itu, dengan adanya fenomena ini muncul yang namanya Panic Buying. Bisa kita lihat bahwa banyak sekali orang yang bahkan rela mengantri berjam-jam lamanya demi mendapatkan BTS meal ini, sampai membuat kerumunan massa yang bahkan tak terbendung jumlahnya, bahkan dari yang saya baca, beberapa gerai MCD mesti ditutup karena telah menimbulkan kerumunan di tengah pandemi seperti sekarang. Fenomena tak kalah mencengangkan lainnya adalah ada yang sampai menjual bungkus bekas BTS Meal tersebut di E-commerce dengan harga yang menurut saya terlampau sangat mahal dan menjadi tak masuk akal.

Pembahasan saya disini tidak berfokus mengenai BTS Meal tersebut. Akan tetapi, saya akan lebih fokus dengan gejolak massa yang terjadi sebagai impact dari adanya fenomena tersebut. Fenomena ini tentu menyita perhatian saya pribadi. Lantas muncul pertanyaan apa yang membuat semua ini bisa terjadi?

Mari lupakan sementara kebingungan saya tersebut. Di sini saya akan mencoba mengkorelasikan beberapa fenomena lain yang sudah terjadi dibeberapa waktu terakhir. Mengingat kembali beberapa waktu lalu, di Indonesia muncul berbagai aksi massa yang menolak dan tidak menyepakati kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah.

Mengapa saya mengkorelasikan antara 2 hal tersebut?

Karena, menurut saya hal ini sama-sama memicu gelombang massa dan terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia. Kedua hal ini sama-sama terjadi dan berkaitan dengan “Trust” atau “Kepercayaan” masyarakat Indonesia itu sendiri dengan dua sisi yang berbeda, disatu sisi ada massa yang mendukung dan disisi lain massa yang tidak mendukung (distrust).

Sebelum kita membahas lebih panjang, saya akan mengurai sedikit apa arti dari “Trust” atau “Kepercayaan” menurut beberapa ahli:

Menurut Colquitt et al, menyatakan kepercayaan sebagai “trust is defined as the willingness to be a vulnerable to an authority’s actions and intentions” artinya, kepercayaan didefinisikan sebagai kesediaan untuk menjadi rentan menerima otoritas atau tanggung jawab berdasarkan harapan positif dari niat dan tindakan yang dipercayai.

Sementara Stephen P. Robbins et al menyatakan bahwa “trust is a positive expectation that another will not-through words, action, or decision-act opportunistically” artinya, kepercayaan adalah harapan positif bahwa orang lain tidak akan berbuat oportunistik baik melalui perkataan, tindakan, maupun keputusan.

Apa yang telah saya bahas barusan? Tentu saja berhubungan dengan kondisi Trust (Kepercayaan) di dalam fenomena bermasyarakat itu sendiri.

Selaras dengan apa yang saya tulis sebelumnya, kepercayaan yang telah dibangun terkhusus oleh para penggemar dari BTS sendiri telah membuat gejolak massa yang kemudian mendukung secara sadar program tersebut, sehingga membuat semua hal yang sudah saya jelaskan tadi, terjadi hari ini. Terdapat kepercayaan dan dukungan terkhusus dari penggemar BTS (yang disebut Army) untuk merealisasikan program BTS Meal tersebut.

Jadi, apa sangkut pautnya dengan kondisi pemerintahan di Indonesia?

Bahwa dari hasil yang telah saya analisis sebelumnya, pemerintah sendiri belum bisa menanamkan “Trust” kemasyarakat seperti yang telah terjadi pada fenomena BTS meal. Masih banyaknya terjadi aksi oleh berbagai golongan merupakan dampak dikeluarkannya suatu kebijakan yang menjadi bukti nyata ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Padahal, “Trusrt” sendiri menjadi faktor utama dalam perkembangan suatu negara. Apabila masyarakat telah hilang kepercayaan nya terhadap pemerintah, maka kita hanya tinggal menunggu waktu untuk terjadinya berbagai macam aksi ketidakpuasan masyarakat dari suatu sistem yang tidak memperoleh kepercayaan tersebut.

Dengan demikian menutup tulisan ini, kesimpulan yang bisa saya ambil dari adanya kedua fenomena tersebut ialah, pemerintah harus membangun kepercayaan terhadap masyarakat Indonesia.

Bagaimana caranya?

Membangun kepercayaan tersebut bisa dimulai dengan cara melibatkan masyarakat dalam proses pembentukan kebijakan. Sadarilah bahwa kebijakan yang diambil tidak akan berjalan dengan mulus apabila tidak mengikutsertakan suara-suara rakyat di dalamnya. Rakyat harus ikut berpartisipasi dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan, dan pemerintah harus mendengar dan memprioritaskan hal tersebut, agar kedepannya pemerintah dapat memperoleh dukungan yang layak dan tidak memicu Distrust dari masyarakat.

Penulis: Meilina Yusnitha

Editor: Ulfa Annisa

Facebook Comments

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!