Geliat Pasar Saham AS Jelang Libur Natal: Antara Optimisme AI dan Harapan “Reli Santa Claus”
Pasar berjangka saham Amerika Serikat menunjukkan pergerakan positif pada Minggu malam, memberikan sinyal awal yang optimis menjelang pekan perdagangan yang dipersingkat oleh liburan. Para pedagang kini tengah menimbang apakah sektor teknologi mampu memulihkan pijakannya sebelum tahun ini berakhir.
Tercatat, kontrak berjangka Dow Jones Industrial Average menguat sebesar 83 poin atau setara 0,2%. Kenaikan serupa juga terlihat pada kontrak berjangka S&P 500 dan Nasdaq 100 yang masing-masing naik 0,2% dan 0,3%. Kenaikan ini terjadi setelah Wall Street menutup minggu yang cukup beragam bagi indeks-indeks utama. Lonjakan saham teknologi di akhir pekan lalu berhasil mengangkat S&P 500 dan Nasdaq Composite, mencatatkan kemenangan mingguan ketiga dalam empat pekan terakhir dengan kenaikan masing-masing 0,1% dan 0,5%. Sebaliknya, Dow Jones yang berisi 30 saham unggulan justru terkoreksi 0,7%, mematahkan tren kemenangan tiga minggu beruntun.
Kebangkitan Sektor Kecerdasan Buatan
Sorotan utama pasar kembali tertuju pada saham-saham berbasis kecerdasan buatan (AI) yang menikmati kebangkitan setelah sempat tertinggal. Saham Oracle, yang sebelumnya bergerak lamban, melonjak signifikan pasca kesepakatan TikTok untuk menjual operasionalnya di AS kepada perusahaan patungan baru yang melibatkan raksasa perangkat lunak tersebut dan firma ekuitas swasta Silver Lake. Tidak ketinggalan, Nvidia juga kembali menunjukkan taringnya di pasar.
Meski demikian, para investor masih terus memantau apakah saham-saham AI ini mampu mempertahankan kepemimpinannya menjelang pergantian tahun. Keraguan muncul seiring dengan adanya rotasi investasi ke sektor pasar yang lebih murah di tengah kekhawatiran akan valuasi teknologi yang sudah terlampau tinggi.
Menanti Fenomena “Reli Santa Claus”
Seiring mendekatnya tahun baru, perhatian Wall Street tertuju pada kemungkinan terjadinya fenomena pasar yang dikenal sebagai “Reli Santa Claus”. Istilah yang dicetuskan oleh Yale Hirsch, pendiri Stock Trader’s Almanac pada tahun 1972 ini, merujuk pada tren kenaikan pasar yang terjadi pada lima hari perdagangan terakhir tahun berjalan dan dua hari pertama tahun baru. Untuk periode kali ini, reli tersebut akan dihitung mulai dari pembukaan pasar pada 24 Desember hingga penutupan hari perdagangan kedua tahun 2026, yakni 5 Januari.
Secara historis sejak tahun 1950, indeks S&P 500 mencatat rata-rata kenaikan 1,3% selama periode tujuh hari perdagangan tersebut. Jeffrey Hirsch, pemimpin redaksi Almanac saat ini, meyakini bahwa indeks berpotensi menambah kenaikan tersebut tahun ini. Namun, skeptisisme tetap ada. Justin Bergner, manajer portofolio di Gabelli Funds, merevisi pandangannya mengenai pergerakan akhir tahun. “Pandangan saya beberapa minggu lalu adalah pasar akan bergerak naik perlahan (grind), namun kini saya melihatnya lebih sebagai pergerakan yang bergejolak tanpa arah yang pasti (churn),” ujarnya.
Perlu dicatat bagi para pelaku pasar, Bursa Efek New York akan tutup lebih awal pada pukul 1 siang waktu setempat saat Malam Natal hari Rabu, dan tutup total pada hari Kamis untuk perayaan Natal.
Prospek Bull Market Hingga 2026
Di luar fluktuasi jangka pendek, pertanyaan besar yang membayangi investor adalah apakah tren bull market (pasar menguat) ini dapat berlanjut hingga 2026. Sejarah memberikan jawaban yang cukup jelas. Ryan Detrick, kepala strategi pasar di Carson Group, mencatat bahwa dalam 50 tahun terakhir, lima siklus bull market lain yang berhasil mencapai usia saat ini—yaitu memasuki tahun ketiga—selalu bertahan setidaknya selama lima tahun.
Saat ini, indeks S&P 500 telah mencatatkan kenaikan lebih dari 20% dalam dua tahun terakhir dan sedang menuju peningkatan lanjutan di tahun 2025. Motor penggerak utama tren ini tidak lain adalah sektor teknologi, khususnya para pemain di ruang kecerdasan buatan. Kelompok saham yang dijuluki “The Magnificent Seven” telah mengalami lonjakan nilai hingga dua atau tiga digit dalam tiga tahun terakhir.
Investor berbondong-bondong masuk ke saham AI dengan keyakinan bahwa teknologi ini akan menghemat waktu dan biaya perusahaan, serta memicu penemuan inovatif mulai dari pengembangan obat baru hingga kendaraan otonom. Bukti nyata dari permintaan ini terlihat pada laporan keuangan terbaru raksasa teknologi. Amazon melaporkan bisnis komputasi awannya, Amazon Web Services (AWS), mencapai tingkat pendapatan tahunan sebesar $132 miliar. Sementara itu, Nvidia sebagai perancang chip AI terkemuka dunia, melihat pendapatannya melonjak ke rekor $130 miliar pada tahun fiskal terakhir.
Waspada Gelembung dan Strategi Jangka Panjang
Kendati fundamental terlihat kuat, lonjakan valuasi memicu perdebatan di kalangan analis mengenai potensi terbentuknya gelembung (bubble) AI. Koreksi harga sempat terjadi pada nama-nama besar seperti Oracle dan Broadcom di awal Desember, sementara saham di luar industri AI justru merangkak naik. Hal ini memunculkan spekulasi adanya rotasi pasar ke jajaran pemain yang lebih luas menyambut tahun baru.
Namun, sejarah pasar modal mengajarkan bahwa meskipun pasar bisa bergerak tak terduga, tren jangka panjang S&P 500 selalu menunjukkan kemajuan. Kombinasi permintaan AI yang kuat, pertumbuhan laba korporasi, dan lingkungan suku bunga yang lebih rendah menjadi katalis pendukung optimisme di tahun 2026.
Bagi investor, situasi ini menekankan pentingnya selektivitas. Analis pasar kerap mengingatkan bahwa meskipun indeks acuan naik, peluang keuntungan terbesar seringkali datang dari pemilihan saham individu yang tepat pada waktu yang tepat. Sebagai ilustrasi sejarah, investor yang jeli melihat potensi Netflix pada Desember 2004 atau Nvidia pada April 2005 dan menahannya dalam jangka panjang, telah menikmati imbal hasil yang luar biasa masif. Ini menegaskan bahwa strategi membeli dan menahan saham fundamental yang kuat selama bertahun-tahun tetap menjadi salah satu metode paling efektif untuk meraih kemenangan investasi, terlepas dari arah pergerakan indeks jangka pendek.









